Mencoba untuk melupakan amarah masa lalu, melupakan rasa sakit hati dimasa lalu, mungkin akan sulit dilakukan oleh beberapa orang. Termasuk saya, berusaha untuk bisa ikhlas terhadap sesuatu pahit yang telah saya alami. Sulit memang, tetapi dengan seringnya membaca tentang dampak amarah jika terlalu lama tersimpan dan mengendap dalam hati yang bisa jadi akan semakin mengkhawatirkan, saya jadi berpikir bahwa sebenarnya untuk bisa melupakan amarah masa lalu itu sangatlah mudah. Ya, sangat mudah.
Kenapa saya bisa lebih khawatir jika amarah atau rasa sakit hati ini tidak segera saya lupakan? Dan dampaknya lebih banyak sesuatu yang negatif, kata siapa?
Menyimpan Amarah Itu Negatif
Sudah banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa menyimpan rasa marah itu lebih banyak mengandung hal yang negatif. Meskipun ada beberapa pengamatan yang menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat atau dampak positif dibalik sebuah amarah. Hasilnya bahwa tidak semua pelampiasan emosi bisa jadi sesuatu yang lebih bahkan memiliki dampak positif.
Semua ini telah dijelaskan oleh charles duhigg lewat situs The Atlancic yang menyebutkan bahwa marah, bisa saja mendatangkan suatu manfaat untuk kesehatan. Lebih dari setahun, dirinya menghabiskan waktu untuk mempelajari akar kemarahan umum warga amerika, khususnya pada saat iklim politik yang untuk saat itu kerap berubah.
Setelah saya sadar, bahwa marah bisa membuat saya banyak berbicara tidak jelas. Kata-kata yang sudah lama terpendam dan berusaha untuk tidak terucap karena takut untuk menyakiti orang lain, ketika marah semuanya keluar begitu saja, namun saya juga menyadari meskipun sedikit agak ngegas luapan dan ungkapan yang terucap karena amarah itu adalah murni dan paling jujur dari dalam hati. Setelah sadar karena marah banyak merugikan, apalagi sampai memendamnya terlalu lama. Saya memperbaiki sudut pandang saya atas kemarahan tersebut. Mencoba memahami atas perasaan marah yang sudah terlanjur ada dan mencoba untuk melupakan semuanya.
Merubah Sudut Pandang Tentang Amarah
Setiap kali berhadapan dengan orang lain, baik itu orang yang sangat dekat dengan kita atau bahkan orang yang sama sekali tak tahu-menahu tentang kehidupan kita, ekspetasi dan persepsi sudah tentu ada dan menjadi kritik atau penilaian mereka kepada kita. Harusnya, kitapun perlu menyesuaikan adaptasi agar senantiasa menimbulkan kesan yang baik.
Namun untuk beberapa orang, mereka harus memakai topeng dan berpura-pura untuk bisa menjadi baik dan terlihat baik juga bisa diterima oleh orang lain. Membicarakan atau bahkan dengan lantang menyindir perilaku orang lain yang menurutnya tidak sesuai dengan yang ia kehendaki. Menjudge bahwa orang lain salah dan berbagai hal lainnya yang tentu saja akan menimbulkan banyak kelelahan mental yang luar biasa hingga akhirnya memunculkan depresi akibat tekanan dari amarah yang terpendam.
Perilaku yang tak terkendali dapat mengakibatkan dampak yang sangat fatal, dalam hal ini saat kita marah dan mungkin sakit hati atas suatu masalah hendaklah kita tidak tergesa-gesa untuk bertindak. Mengambil nafas panjang mungkin akan sangat diperlukan agar kita bisa memberikan kesempatan untuk diri kita bisa berpikir dengan baik. Apa sebenarnya yang mendasari adanya rasa ini? Kenapa orang lain bisa memberikan kritik dan pesan yang mengakibatkan saya seperti ini?
Tentang melepaskan sebuah amarah, saya lebih nyaman ketika saya mencoba melupakan apa yang sudah orang lain lakukan terhadap saya, mencoba ikhlas dan tetap berlaku baik kepada mereka. Mencoba sebisanya untuk memaafkan mereka dan lebih banyak memohon pertolongan Allah untuk melebihkan rasa sabar terhadap diri saya.
Tentang Memaafkan
Dulu, saya sering sekali merasa terpancing amarah dan emosi ketika ada suatu perlakuan seseorang yang kurang menyenangkan. Tentang ucapan mereka yang menurut saya “buruk” itu, selalu terbawa dalam dasar hati dan akhirnya membuat saya enggan untuk memaafkan. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah bahwa memaafkan itu tidak sama dengan menerima keadaan.
Dalam salah-satu kajian yang saya ikuti, salah satu ustadz menyampaikan bahwa setiap kemarahannya, manusia lebih cenderung menyalahkan keluar maupun kedalam, kemarahan itu bisa diluapkan karena kita tidak bisa menerima takdir Tuhan, misalnya. Atau ketika ada yang menyalahkan Orangtua kita, anak kita, atau pasangan kita, sering kali kitapun ikut menyalahkan diri kita sendiri. Dan ini, benar-benar terjadi, sayapun pernah mengalami.
Pengalaman yang menurut saya sangat menyakitkan, lantas bagaimana saya bisa melewati semuanya? Bagaimana saya bisa bangkit dan memaafkan mereka hingga saya merasa lebih tenang seperti sekarang.
Baca tulisan saya selanjutnya pada buku antologi bareng temen-temen Odop Batch 8 yang akan segera terbit ya. Disana, saya akan menuliskan semuanya hingga akhirnya kita bisa tenang dan terbebas dari rasa sakit di masa lalu.
Malang, 23 November 2020
Posting Komentar
Posting Komentar