Pengingat Diri Dari Buku 100 Hari Melihat Diri

11 komentar
Konten [Tampil]
100 Hari melihat diri


Assalamualaikum sahabat bunda imut

Bicara soal buku, tentu akan banyak sekali sentilan bahkan nasehat yang bisa kita ambil sebagai pelajaran untuk diri sendiri. Seperti pada Buku 100 Hari Melihat Diri, saat pertama kali membaca judul buku ini, saya langsung tertarik dan buru-buru membaca saat itu juga, hehhehe 

Oiya, buku ini adalah salah satu buku hadiah dari komunitas menulis One Day One Post (ODOP) Batch 8, hadiah untuk apresiasi karena berhasil lulus dan kebetulan mendapatkan poin tertinggi. Alhamdulillah... Terimakasih untuk para panitia khususnya pada mbak Jihan yang sudah mengirimkan hadiahnya ya. 

Balik lagi ke buku 100 Hari Melihat Diri, buku ini banyak berisi tentang sentilan-sentilan untuk para pembacanya, terkhususnya pada diri saya sendiri. Buku ini ditulis oleh seseorang yang mempunyai nama asli Agus Afrianto, yang dibuku ini namanya tertulis Picoez al-Jingini. 

100 hari melihat diri


Dituliskan pula dalam buku ini tentang refleksinya bersama dengan tanaman kesayangannya mulai dari hari pertama sampai hari ke-40. Selama 60hari bukan 100 hari, karena sebenarnya ada tulisan kecil di sebelah judul “100 hari diskon 60hari hehhehehe.

Menceritakan tentang obrolan ringan seorang tokoh utama  dengan berbagai macam tanaman peliharaannya. Refleksinya justru malah diungkapkan oleh tanamannya yang banyak itu. Sebagai seorang dosen di fakultas kehutanan Universitas Gadjah Mada, tak heran banyak sekali pengetahuan tentang tanaman yang terkandung di dalam tulisannya tersebut.

Hari Ke-11, Mati Atau Gila, Pilih Mana?

“Allah menciptakanku sebagai manusia, makhluk paling sempurna dibandingkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain. Seharusnya, itu cukup bagiku untuk selalu bersyukur pada-Nya, tanpa harus mencari alasan-alasan” 100 Hari Melihat Diri- halaman 87

100 hari melihat diri


Sahabat ikut merasa tersentil belum sama kalimat diatas? Kalimat tersebut mampu membuat saya tersentil, dan sengaja saya memberi tanda pada tulisan tersebut. Alasannya adalah karena saya masih sering sekali mengeluh, sering sekali merasa yang paling banyak diuji, padahal berapa banyak yang Allah telah kasih? Kenapa yang lebih banyak malah mengeluhnya? Bukan rasa syukurnya?

Tertulis juga bahwa disuatu hari, sang tokoh utama sedang merasakan beban yang sangat berat dipundaknya. Dia merasa setiap hari selalu ada saja masalah yang menghampiri. Kemudian, sebatang pohon tin peliharaannya menimpali dengan berkata “Apa yang memberatkan pundakmu hingga seolah engkau sedang mengangkat Gunung Merapi dan Merbabu?” 

Kemudian sang tokoh utama memberikan pertanyaan pada pohon tin tentang bagaimana caranya menghilangkan masalah dalam hidupnya. Dengan serius pohon tin tersebut menjawab “Hanya ada 2 cara agar kamu tak lagi perlu menjalankan syariat sebagai manisi” ucapnya 

“Apa itu?” tanya sang tokoh utama

“Mati atau gila, pilih saja salah satuny” jawab pohon tin dengan enteng namun terasa menyakitkan.

Atas jawaban itu, si penulis jadi sedikit sebel, dia merasa kalo mati itu adalah rahasia Allah, dia tak bisa menentukan bahkan haram hukumnua jika ia menginginkan kematian, apalagi sampai bunuh diri. Dia merasa masih banyak dosa dan belum berani kalau memang dia bakal mati.

Sedangkan untuk gila, diapun tidak mau karena jika gila, yang ada dalam bayangannya adalah berjalan kesana-kemari dengan tanpa baju, sungguh tidak sanggup ungkapnya.

Selanjutnya pohon tin mengungkapkan, bahwa apa yang sebenarnya membuat si tokoh utama ini merasakan menanggung beban berat yang kemudian menjadikannya sumpek sehingga muncul amarah, dan yang diungkapkan ini sangat sesuai dengan yang kebanyakan orang lain pikirkan, termasuk saya sendiri.

Hal Yang Membuat Kita Merasa Sumpek Sehingga Muncul Amarah Menurut Buku 100 Hari Melihat Diri

  1. Karena kita menganggap semua itu adalah masalah. Belum-belum kita sudah menganggap semua yang mengganjal itu adalah masalah, ya sudah dia jadi langsung unjuk gigi menjadi masalah dan dianggap ada. Yang selanjutnya akan menjadi rumit dan menyebabkan bangkitnya rasa jenuh dan timbul amarah
  2. Penolakan diri. Kita tidak bisa menerima kejadian yang didatangkan Allah kepada kita. Kita tidak yakin bahwa semua hal yang Allah datangkan adalah baik untuk kita. Kita tak meyakini bahwa Allah pasti punya maksud dan tujuan yang baik untuk kita, sehingga Allah menciptakan takdir itu kepada kita. Ini yang dinamakan kita tidak Ridha atas ketetapan-Nya, jika sudah tidak Ridha bagaimana kita bisa ikhlas untuk menjalaninya? Kalau nggak ikhlas menjalaninya pastilah yang akan muncul adalah rasa sumpeknya, amarah dan semua kawan-kawannya. 

Ingatlah, awal mula rasa susah, amarah, perasan sedih, kecewa, khawatir, ragu-ragu, stress dan yang lainnya itu adalah akibat penolakan diri dan rasa takut. Awal dari itu semua disebabkan karena kita tak menerima apa yang sudah Allah datangkan kepada kita. Kita nggak Ridha atas semua ketetapan-Nya.

Bayangkan seandainya kekuatan yang maha hebat memaksamu untuk melakukan sesuatu. Di satu sisi, kamu tidak menyukai apa yang diperintahkannya, di sisi lain kehebatannya memaksamu harus melakukannya. Bagaimana menurutmu? Pasti tertekan, marah,dan lain-lainnya

"Nah, sama saja kan? Sesuatu yang tidak kamu sukai itulah penolakanmu, sedang kekuatan yang Maha Hebat itulah Allah. Begitu kamu tidak ridha atas takdir-Nya, kamu tidak akan ikhlas menjalankannya. Akibatnya, kamu merasa terbebani yang membuatmu merasa berat dan kemudiann memicu amarah." 

Intinya adalah. Kalau kamu nggak ridha, maka kamu tidak akan ikhlas. Kalau sudah nggak ikhlas, nggak mungkin kamu sabar. Kalau nggak sabar, bagaimana bisa kamu bersyukur? Kalau sudah tak bersyukur, apa namanya? Kufur, 

Kemudian, sebatang pohon tin juga berkata dengan tegas

"Lihat aku. Aku nggak punya tangan dan kaki. Ada ulat di daunku, meski terasa gatal, aku nggak bisa mengusirmya. Saat ini matahari sangat terik dan aku nggak bisa pindah tempat untuk berteduh, apa aku mengeluh? Kalau tanah tempat tumbuhku kering dan aku merasa haus, aku nggak bisa mengambil air sendiri. Aku hanya berdoa pada Allah dan berharap kamu menyiraminya agar aku segar kembali. ApaApa aku mencaci takdir yang kujalani? Nggak! Karena apa? Karena aku ridha atas takdir Allah, sehingga aku sabar men-jalaninya. Aku tabah dan tak mengeluh atas takdir Allah, aku yakin takdir itu pasti baik untukku. Sekarang, coba lihat dirimu. Kamu diberi tubuh yang sempurna, panca indera, akal, pikiran, ilmu, rasa, perasaan, dan nafsu. Sudahkah semuanya kamu gunakan seperti yang Allah kehendaki? Belum kan? Mengeluh saja yang selalu kamu dahulukan!"

Pelajaran Dari Buku 100 Hari Melihat Diri

Pelajaran tentang bersyukur. Bersyukur karena Allah telah menciptakanku sebagai manusia yang lebih dimuliakan-Nya dibandingkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang lain.

"Sudah jangan bengong saja. Setelah menyiram tanaman, kamu ngopi dulu, biar bening pikiranmu. Pikiran kok keruh kayak air kobokan pecel lele aja," 

Gaya cerita refleksi di buku ini menceritakan masalah-masalah hidup yang dekat dengan kesehariannya, juga keseharian kita selama ini pada umumnya. Mulai dari kekecewaan, ambisi, marah, benci, bingung, gamang, kalut, dendam, aleman, putus asa, dan lain-lain dituturkan melalui khutbah dari tumbuh-tumbuhan yang dirawat dan menjadi komoditas usahanya. Justru karena khutbah-khutbahnya ini berasal dari tumbuhan, seharusnya kita sebagai manusia malu. Karena jika tumbuhan saja bisa menyadari berbagai macam hikmah dalam setiap kejadian yang dialami manusia dalam hidupnya, bagaimana kita sebagai makhluk yang katanya berakal?

Saya pun seolah berkaca, seringkali manusia memang selalu mengeluh akan kondisinya, mereka senantiasa lupa akan nikmat yang telah Allah karuniakan, sehingga mereka lupa untuk selalu bersyukur.

Serta masih banyak lagi hikmah dari tanaman yang disayangi Picoez dari hari ke hari. Setiap harinya saya seperti belajar kembali, merefleksikan kembali niat serta aktivitas yang selama ini dilakukan. Seperti yang terkandung di hari ke-12, Semua Berasal Dari Niat.

Buku 100 hari melihat diri ini sangat cocok untuk direnungkan bersama-sama agar hati kita menjadi tentram, karena dengan ikhlas atas takdir Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan ketetapannya itu akan semakin membuat hidup kita bahagia dan akan selalu bersyukur kepada-Nya.


Manusia sering merasa mampu untuk memenuhi semua keinginannya, sehingga (meski tidak ada kemampuan) ia memilih untuk mrngada-adakannya. Dan akhirnya semua itu akan membebani dirinya. ~ Picoez Al Jingini

 

Judul Buku: 100 Hari Melihat Diri; Diskon 60 Hari 

Penulis: Mprop Picoez Al Jingini

Cetakan Pertama: Mei 2020

Penerbit: Diva Press, Yogyakarta

Jumlah halaman: 239 halaman

Nilai: 8,5/10

 


Jurnal Bunda Imut
Hai, panggil saya sasha. Seorang pembelajar, ibu muda biasa yang suka sekali menulis, kesehariannya di sibukkan dengan Membersamai 2 putra dan 1 putrinya bermain, belajar dan bersenang-senang. Dengan pekerjaan sampingan sebagai Content writer dan Publisher, selain itu juga disambi dengan jualan online. Yuk, bersantai dan baca keseharian saya di sini. Enjoy !

Related Posts

11 komentar

  1. Wahh keren udah ada reviewnya ajaa. MasyaAllah. Proud of u mba. Ngga sia sia buku ini sampai di tangan mba Sasha.
    Ditunggu review narasi Gurunda nya yaa hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Narasi gurunda Soon mba jihaan... Masih terlena oleh pesan2 pak Taufiq🥺🥺

      Hapus
  2. Huhuhu ... Aku merasa tersentil. Perkataan pohon tin menonjok banget, menampar hati yang tak bersyukur ini.

    BalasHapus
  3. bagian sumber rasa marah dkk aku banget,,
    kalau semua hal diterima dengan tenang kayaknya perasaan tetap nyaman,,
    hiks masih belajar

    koq sama sih, aku juga buku hadiah yang dijadikan tugas hehe

    BalasHapus
  4. judulnya udah nyentrik, percakapannya juga lucu tapi ngena. gimana ya jelasinnya wkwk. dari review ini, aku segera mencari dimana bisa beli bukunya 😁

    BalasHapus
  5. Hwah senengnya dapat buku dari Kak Ning Jihan, bukunya keren lagi

    BalasHapus
  6. Waah bukunya menarik mba, jadi pengen baca juga

    BalasHapus
  7. wahh bukunya kereenn jadi pengen baca

    BalasHapus
  8. Bukunya bagus nih, bisa jadi wishlist ku nih

    BalasHapus
  9. Seneng ya kalau baca buku yang sudut pandang penulisnya nyentrik begini, pohon gitu lho. Hebat, orang-orang yang punya ide secemerlang ini.

    Mau cari ah, meskipun bikin insecure...heheheh

    BalasHapus
  10. Menjadi makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dengan sesempurna inipun seharusnya cukup untuk menjadikan diri bersyukur.
    MasyaAllah,, mba mau bukunyaa

    BalasHapus

Posting Komentar