Konten [Tampil]
Pekan pertama bulan Maret, tulisan kali ini tentang tema Pendidikan, sepertinya berat sih temanya, tapi saya nggak mau memperberat kan keadaan, tetap aja nulisnya Yang sesuai dengan realita saya, hihhiihh. Ngobrol tentang pendidikan adab untuk anak yuk? Penting nggak sih?
Bund, jangan abaikan pendidikan adab pada anak-anak kita. Karena adab bukanlah sesuatu yang alamiah dan bisa didapatkan ketika anak kita menghafal hadits, menghafal Alquran ataupun belajar fiqih. Namun adab ada itu butuh dan perlu adanya pemahaman dan pengondisian dari kedua orang tua.
“Itulo bund, saya sering banget lihat anaknya ibu itu, tiap ketemu kerjaannya nonton hape mulu, yang dilihat YouTube terus ” gerutu salah-satu teman. Kalau sudah megang gadget, udah seperti tak bisa lepas. Terus diajakin ngobrol jadi nggak nyambung. Padahal bapaknya dia itu kan jadi guru ngaji ya, beliau juga terkenal sebagai aktivis pengajian. Kemudian, cerita lain dari teman saya yang lain pula, bahwa ada anak yang kesehariannya terbiasa membentak kedua orang tuanya termasuk suka sekali membentak nenek dan kakeknya, dan sering sekali ngomongnya dengan keras dan dengan kata-kata kasar.
Ya, memang jika berbicara tentang adab atau attitude dan manner anak-anak harusnya jangan dipandang sebelah mata. Saya sering sekali melihat bahwa, sebagian orangtua ada yang abai terhadap penanaman adab untuk anak, mereka cenderung lebih fokus pada kemampuan akademik anak seperti pelajaran sains atau menghafal Alquran. Ada kesan bahwa adab pada anak akan terbentuk dengan sendirinya. Masak iya penghafal Alquran tak punya adab yang mulia?
Tapi, pada kenyataannya adab tak berbanding lurus dengan prestasi akademik seseorang, termasuk dengan hafalan pelajaran agama. Dalam kehidupan orang dewasa kita berulangkali melihat orang yang cerdas dalam pengetahuan Islam seperti menguasai bahasa Arab, hafal Alquran, kuasai tafsir, misalnya tetapi justru dia berlaku nyeleneh. Lebih banyak menolak syariat dan melecehkannya. Seperti ada seorang anak muda di tanah air yang sejak usia kanak-kanak sudah menjadi seorang hafidz tapi menolak mentah-mentah pelaksanaan syariat Islam dan kewajiban Khilafah Islamiyyah. Ini sepertinya kan kurang pas.
Dalam sejarah kita bisa membaca tokoh seperti Hajaj bin Yusuf, gubernur kejam pada masa kekhilafahan Yazid bin Muawiyyah. Sejarah mencatatnya sebagai wali yang zalim dan memusuhi ulama padahal ia adalah murid tabi’in terkemuka, Imam Said bin Musayyab rahimahullah, penghafal Alquran dan tak jarang menangis dalam shalatnya.
Maka, sekali lagi jangan abaikan pendidikan adab pada anak-anak kita. Adab bukanlah sesuatu yang alamiah bisa didapat anak ketika mereka menghafal hadits, menghafal Alquran atau belajar fiqih. Namun ia perlu pemahaman dan pengondisian dari kedua orang tua.
Para ulama salaf sangat mementingkan tentang penanaman adab pada putra-putri mereka sebelum pengetahuan agama yang lain. Maka para ulama selalu meletakkan adab di awal kajian sebelum menuntut ilmu yang lain. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
Bund, jangan abaikan pendidikan adab pada anak-anak kita. Karena adab bukanlah sesuatu yang alamiah dan bisa didapatkan ketika anak kita menghafal hadits, menghafal Alquran ataupun belajar fiqih. Namun adab ada itu butuh dan perlu adanya pemahaman dan pengondisian dari kedua orang tua.
“Itulo bund, saya sering banget lihat anaknya ibu itu, tiap ketemu kerjaannya nonton hape mulu, yang dilihat YouTube terus ” gerutu salah-satu teman. Kalau sudah megang gadget, udah seperti tak bisa lepas. Terus diajakin ngobrol jadi nggak nyambung. Padahal bapaknya dia itu kan jadi guru ngaji ya, beliau juga terkenal sebagai aktivis pengajian. Kemudian, cerita lain dari teman saya yang lain pula, bahwa ada anak yang kesehariannya terbiasa membentak kedua orang tuanya termasuk suka sekali membentak nenek dan kakeknya, dan sering sekali ngomongnya dengan keras dan dengan kata-kata kasar.
Ya, memang jika berbicara tentang adab atau attitude dan manner anak-anak harusnya jangan dipandang sebelah mata. Saya sering sekali melihat bahwa, sebagian orangtua ada yang abai terhadap penanaman adab untuk anak, mereka cenderung lebih fokus pada kemampuan akademik anak seperti pelajaran sains atau menghafal Alquran. Ada kesan bahwa adab pada anak akan terbentuk dengan sendirinya. Masak iya penghafal Alquran tak punya adab yang mulia?
Tapi, pada kenyataannya adab tak berbanding lurus dengan prestasi akademik seseorang, termasuk dengan hafalan pelajaran agama. Dalam kehidupan orang dewasa kita berulangkali melihat orang yang cerdas dalam pengetahuan Islam seperti menguasai bahasa Arab, hafal Alquran, kuasai tafsir, misalnya tetapi justru dia berlaku nyeleneh. Lebih banyak menolak syariat dan melecehkannya. Seperti ada seorang anak muda di tanah air yang sejak usia kanak-kanak sudah menjadi seorang hafidz tapi menolak mentah-mentah pelaksanaan syariat Islam dan kewajiban Khilafah Islamiyyah. Ini sepertinya kan kurang pas.
Dalam sejarah kita bisa membaca tokoh seperti Hajaj bin Yusuf, gubernur kejam pada masa kekhilafahan Yazid bin Muawiyyah. Sejarah mencatatnya sebagai wali yang zalim dan memusuhi ulama padahal ia adalah murid tabi’in terkemuka, Imam Said bin Musayyab rahimahullah, penghafal Alquran dan tak jarang menangis dalam shalatnya.
Maka, sekali lagi jangan abaikan pendidikan adab pada anak-anak kita. Adab bukanlah sesuatu yang alamiah bisa didapat anak ketika mereka menghafal hadits, menghafal Alquran atau belajar fiqih. Namun ia perlu pemahaman dan pengondisian dari kedua orang tua.
Para ulama salaf sangat mementingkan tentang penanaman adab pada putra-putri mereka sebelum pengetahuan agama yang lain. Maka para ulama selalu meletakkan adab di awal kajian sebelum menuntut ilmu yang lain. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Adab adalah pembentuk awal kepribadian setelah akidah seorang Muslim, sedangkan ilmu adalah jasadnya. Imam Abu Zakariya al-‘Anbariy berkata;
Para ulama salaf percaya bahwa dari pribadi anak dan remaja yang beradab, maka ilmu agama dan dunia akan mudah untuk diraih. Sebaliknya seorang pelajar yang menguasai ilmu agama dan dunia, tanpa adab, maka ilmu mereka tak akan mendatangkan keberkahan baik untuknya ataupun orang disekitarnya.
Lantas, apa yang bisa dilakukan para orang tua agar anak-anak mereka memiliki adab yang luhur atau baik? Yuk kita belajar bareng-bareng
Adab adalah pembentuk awal kepribadian setelah akidah seorang Muslim, sedangkan ilmu adalah jasadnya. Imam Abu Zakariya al-‘Anbariy berkata;
“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti ruh tanpa jasad.”
Para ulama salaf percaya bahwa dari pribadi anak dan remaja yang beradab, maka ilmu agama dan dunia akan mudah untuk diraih. Sebaliknya seorang pelajar yang menguasai ilmu agama dan dunia, tanpa adab, maka ilmu mereka tak akan mendatangkan keberkahan baik untuknya ataupun orang disekitarnya.
Lantas, apa yang bisa dilakukan para orang tua agar anak-anak mereka memiliki adab yang luhur atau baik? Yuk kita belajar bareng-bareng
Tips Untuk Orangtua Agar Anaknya Memiliki Adab Yang Baik
- Yang pertama adalah, setelah kita menanamkan dan menguatkan keimanan anak pada Allah SWT juga ajaran Islam maka, tanamkan bahwa Allah Ta’ala sangat mencintai hambanya yang berakhlak mulia. Pahamkanlah kepada mereka bahwa seorang muslim yang beradab luhur dengan berkata sopan, jujur, mendengar nasihat orang tua, mau berbagi, maka mereka akan disayang Allah SWT.
- Yang kedua, Perlakukan anak-anak dengan akhlak mulia dan penuh kasih sayang. Kurangi kebiasaan memarahi mereka, mencela dan mempermalukan mereka. Panggil mereka dengan panggilan sayang dan pujian, kalau saya biasanya memanggil anak-anak dengan sebutan "anak Sholih atau anak shalihah, anak baik, anak pintar, dll". Karena bagi saya, perlakuan orang tua terhadap anak itu adalah tabungan informasi dan adab pada hati dan pikiran anak-anak.
- Yang ketiga, tegurlah secara proporsional, jangan berlebih-lebihan, dan perhatikan dulu keadaan mereka. Penting sekali untuk terlebih dahulu memberitahu apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tak boleh dilakukan. Pada anak pra-baligh mereka belum tahu kalau membentak orang lain tidak baik. Bagi mereka itu respon alamiah. Maka beritahukan pada mereka bagaimana semestinya berkata baik pada orang lain, terutama pada orang tua.
- Yang ke empat adalah, jadilah orang tua yang responsif bukan reaksioner. Artinya, kita harus menjadi orangtua yang peka dengan kebaikan dan juga kesalahan anak. Jangan biarkan anak berlarut-larut melakukan kesalahan seperti memukul kawan, merebut mainan atau makanan, segera respons dengan baik. Beritahu dan cegah untuk terulang lagi. Pengalaman saya, adab yang kerap dilakukan anak seringkali muncul akibat orang tua yang tidak responsif terhadap perbuatan anak yang tidak baik. Mereka lebih banyak diam atau menganggapnya wajar. Pahamilah anak seperti pohon yang akan tumbuh besar. Saat dahannya masih kecil maka mudah untuk dibentuk, tapi saat sudah besar maka amat sulit untuk melakukan hal itu.
- Yang kelima, jadikan adab yang baik sebagai habbit dalam keluarga. Orangtua biasa berkata lembut, tidak membentak, tidak kasar, tidak mencela, senang merangkul, memuji dan mudah memaafkan kesalahan anak. Pembiasaan ini akan membuat anak mudah untuk melakukannya saat mereka dewasa nanti lho.
- Terakhir, banyak-banyaklah berdoa. Allah adalah sang Maha Pemberi Hidayah, Maha membolak-balikan hati kita, sekeras apapun hati manusia akan sangat mudah bagi Allah untuk melunakkannya dan memberinya hidayah. Jangan hanya berdoa agar anak kita pandai dan juara kelas serta mudah menghafal, tapi minta juga pada Allah agar anak-anak kita dihiasi dengan adab juga akhlak yang mulia.
Nah, apakah salah satu dari trik diatas sudah Da yang sahabat pembaca terapkan? Jika belum, yuk mulai sama-sama belajar, sama-sama bertumbuh untuk menjadi orangtua yang lebih baik. Lebih mengedepankan Adab dan lebih menyayangi anak-anak kita tanpa adanya perkelahian, hehhehehe
Semoga bisa bermanfaat ya sahabat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posting Komentar
Posting Komentar